Krisis di Argentina, Uang Tidak Laku dan Masyarakat Barter Barang Penuhi Kebutuhan
Melansir pemberitaan di Merdeka.com, tingkat inflasi di Argentina telah mencapai 83,5 persen. Bahkan sampai akhir tahun diprediksi bisa tembus 100 persen.
Bank sentral Argentina, Banco Central de la República Argentina (BCRA) telah menaikkan suku bunga acuan negaranya hingga 550 basis poin (bps) pada 15 September 2022 lalu. Padahal tingkat inflasi per Agustus 2022 telah mencapai 78,5 persen.
Sebenarnya tingkat inflasi Argentina sudah tembus 2 digit sejak tahun lalu karena pandemi Covid-19. Kondisi ini semakin parah ketika terjadi perang di Ukraina yang dilakukan Rusia. Akibatnya nilai mata uang peso Argentina (ARS) melemah hingga 47 persen di tahun ini. Kini USD 1 hampir mencapai 150 ARS, padahal di tahun 2018 hanya ARS 4.
Tingginya permintaan dolar AS di Argentina menyebabkan terjadinya blue dolar. Artinya penukaran mata uang secara ilegal di jalanan atau tidak teregulasi dengan baik oleh bank sentral. Hal ini menunjukkan masyarakat setempat sudah tidak lagi mempercayai Peso sebagai mata uang Argentina.
Akibat dari krisis ini, masyarakat melakukan transaksi barter kebutuhan pokok. Bahkan mereka menggunakan forum sosial media untuk mendapatkan informasi kebutuhan. Kemudian menentukan lokasi bertemu untuk menukar barang yang dibutuhkan, seperti di stasiun kereta api maupun di tempat umum lainnya.
Seperti saat Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997 lalu, Argentina kini menggantungkan hidupnya kepada Dana Moneter Internasional (IMF).
IMF menyetujui pencairan pembiayaan senilai USD 44 miliar tanpa syarat untuk membantu Argentina.